Namaku Bobby. Aku sekarang udah punya
istri dan punya dua anak. Terus terang, ketika pertama membuka situs
ini, geli rasanya hati ini. Pertama kali aku sempat heran, kenapa kok
banyak orang yang rela membuka-buka “aib” sendiri dihadapan public
seperti di situs ini. Tetapi keherananku seperti
terjawab dengan sendirinya. Peduli amat ahh, pikirku waktu itu. Dan,
lama-kelamaan akhirnya muncul juga keinginan untuk turut bagi-bagi
pengalaman tentang dunia seks yang ternyata cukup luas, unik, menarik,
seronok, dan bahkan sering menjijikkan.
Pertamakali aku mengenal seks adalah saat
aku duduk di kelas dua smp. Waktu itu aku tinggal bersama paman di kota
Jbr, sedangkan keluargaku tinggal di kota Bwi. Beda dengan saat tinggal
bersama keluargaku, di rumah paman ini aku relative bebas bergerak
sesukaku, apalagi pamanku yang anggota TNI sering tidak berada dirumah
sementara istrinya, Bi Supi, tidak berani melarangku.
Salah satu hobi beratku waktu itu adalah
melototin TV sampai larut malam. Hingga suatu saat, ada sebuah film
menarik yang sedang aku tonton, yang ternyata juga sempat membuat Bi
Supi betah menontonnya hingga larut malam. Saat itu aku hanya berdua
dengan Bi Supi. Maka ketika sesekali Bi Supi berkomentar, aku langsung
menyahut sekenanya. Sampai suatu saat ada adegan yang agak porno dan
panas, tiba-tiba Bi Supi nyeletuk: “Heh, yang ini kamu gak boleh lihat,
masih kecil!” katanya sambil matanya tetap melotot ke layar TV.
Tanpa pikir panjang dan tanpa sadar bahwa
Bi Supi adalah istri pamanku sendiri, waktu itu aku menyahut dengan nada
agak nakal. “Udah di sunat kok Bi, tinggal nyoba pakeknya yang belum,”.
Kataku.
Mungkin karena merasa risih atau sungkan,
waktu itu Bi Supi hanya diam dan tidak langsung menanggapi celoteh
nakalku. Entah kenapa, waktu itu aku seperti sengaja memancing agar Bi
Supi mau ngomong yang jorok-jorok. Maka akupun terus berceloteh
sesukaku. Dan tiba-tiba Bi Supi membuka mulutnya.
“Emang kamu ngerti yang gituan?”
“Ngerti dong. Wong nggak sulit kok!”
“Kalau ngerti ya udah!” katanya sambil melirik ke arahku.
Setelah beberapa saat kami saling terdiam, lalu aku coba membuka pembicaraan lagi. Dan kali ini aku sengaja lebih mengarah.
“Bi, katanya kalau pertama begituan rasanya sakit yah?”
“Nggak tahu!”
“Lho, waktu pertama dulu Bibi merasa gimana?”
“Lupa!”
“Kalau udah sering gituan, enak ya Bi?”
“Ahh kamu mau tahu aja!”
“Ya emang pingin tahu, Bi!” kataku sambil
menahan nafas yang terasa mulai menyesakkan dada. Dan sejurus kemudian,
istri paman yang masih terlihat cantik dengan tubuh yang padat berisi
itu tiba-tiba menatapku tajam. Aku yang waktu itu masih kuper,
hanya bisa membalasnya dengan senyum kecut, karena takut kalau-kalau dia
marah dan melaporkan kelakuanku kepada paman. Tetapi, entah setan mana
yang tiba-tiba datang dan sengaja menebar godaan, hingga tiba-tiba aku
memberanikan diri mendekat kearah sofa tempat duduk Bi Supi.
Seperti sengaja memberiku kesempatan,
waktu itu Bi Supi hanya diam saja ketika tangannya aku pegang-pegang.
Dan aku yang mulai tak terkendali, terasa semakin berani melangkah lebih
jauh. “Jangan Bob! Aku ini Bibimu!,” rintihnya ketika tanganku mulai
menelusup masuk kebalik baju dasternya yang longgar.
“Bi, ayo Bi. Aku ingin sekali merasakan!” rengekku.
Dan, Ouuw, tanpa banyak ba-bi-bu lagi,
tangan Bi Supi langsung meraih selangkanganku, meremas kemaluanku dengan
lembut sambil matanya sedikit terpejam. Lalu aku balas dengan meremas
buah dadanya yang masih kenyal dan menggemaskan. Dan setelah aku
berhasil melucuti daster Bi Supi, ganti dia yang dengan cekatan menarik
resluiting celanaku, lalu menariknya hingga aku telangjang.
Bi Supi langsung jongkok di hadapanku.
Lalu dengan lahapnya dia melumat kemaluanku sampai seluruh bagian
diselangkanganku. Aku hanya bisa merem-melek dibuatnya. “Ouuhhg, terus Bi, terusss Bi.!” Kataku seperti melayang-layang terbuai kenikmatan.
Setelah puas melumat alat vitalku, Bi Supi
lalu berdiri persis dihadapanku sambil menyorongkan vaginanya ke
mukaku. Tanpa merasa jijik, akupun menjilati lobang vagina Bi Supi yang
sudah mulai basah. “Oughh Bob, teruss Bob.. terussss,.. achhhh,!”
celotehnya sambil terus menekan-nekan vaginanya ke arah mulutku…
“Teruss Bob, bibi hampirrrr, ooughh…!”
erangnya sambil mendekapkan kepalaku kearah selangkangannya. Dan
tiba-tiba Bi Supi menorongku hingga aku rebah di Sofa. Lalu dia
menindihku, sementara tangan kirinya menuntun kemaluanku ke lobang
Vaginanya. “OOuuugghhh… SSsttttss!!” rintihnya ketika kemaluanku sudah
terjepit di selangkangannya. Bi Supi yang nampak mulai hilang
kesadarannya itu, mulai menggoyangkan tubuhnya. Matanya terpejam,
sedangkan dari bibirnya terus mendesis seperti ular kobra yang hendak
mematukkan bisanya. “OOOuuuugghhhhhh…….Aku kellluuuaarrrr BBoooobb,!!” Jeritnya tertahan, sementara tanganya mendekapku erat-erat. Lalu dia menggolosoh di sampingku.
“Bi, aku belummm,!” bisikku ketelinganya.
Lalu, Bibi menarikku keatas tubuhnya yang
sudah basah oleh keringat. Sambil tetap memejamkan matanya, Bi Supi
meraih kemaluanku dan menuntunnya masuk ke lobang memeknya yang sudah
basah kuyup. “Ayo Bob,.. “ katanya lirih… Dan, “OOuugghhh,… SSsttssss,
achhhhhh,.. Biiii,!!”.. Spermaku pun muncrat dengan deras setelah lima
belas menit lamanya aku menggesek-gesekkan kemaluanku dalam lobang
vaginanya….
Sejak kejadian malam
itu, aku merasa seperti orang yang ditakdirkan menjadi keponakan yang
paling kurang ajar terhadap pamannya sendiri. Sebab, hampir setiap saat
ketika paman tidak ada dirumah, akulah yang menggantikan paman untuk
memuaskan nafsu birahi bibiku. Dan kapanpun bibi mau, di kamar, di rang
tamu, di dapur ataupun di kamar mandi, aku selalu dapat memuaskan nafsu
bibiku…..